Sebelum masuk ke stasiun KTM Komuter, saya sempat beli Panadol di Guardian BTS karena serangan flu cukup mengganggu. Sayang, Panadol yang saya beli sempat-sempatnya dikonsumsi secara keliru. Saya kira, seperti umumnya Panadol di Indonesia, saya langsung membuka kemasan dan melahap satu butir Panadol meski sempat aneh karena lihat bentuk dan diameternya yang cukup besar untuk ukuran obat. Begitu happp, saya masukkan ke mulut dan meneguk air, Panadol tersebut seolah gak mau masuk-masuk ke tenggorokan dan malah ada sensasi seperti soda di dalam mulut. Saya agak kaget karena Panadol tersebut seolah tertahan dan membuat saya tidak bisa bernapas *lebay* 😃
Di depan saya, Novan tampak asyik membaca kemasan Panadol tanpa memedulikan temannya lagi terkaget-kaget sama reaksi Panadol yang diminumnya. Saya terus minum lebih banyak agar Panadol terdorong dan akhirnya masuk tenggorokan. Tapi, tenggorokan malah terasa berdebar dan ada rasa sedikit panas. Novan langsung memperhatikan saya dengan tatapan biasa aja. Katanya, “Za, jangan dulu diminum, ini cara minumnya masukin ke air kayak Redoxon.” Seketika langsung terasa hening.
Seusai tragedi Panadol yang memberikan pelajaran penting ke saya bahwa kita harus memahami sesuatu sebelum menelannya mentah-mentah kayak orang-orang yang demen menyebarkan hoax, kami langsung melanjutkan perjalanan dengan menunggu KTM Komuter menuju KL Sentral.
Menunggu Komuter ternyata cukup lama, tidak seperti moda kereta lain seperti Monorail, MRT, dan LRT. Tapi wajar sih, berhubung naik Komuter juga lebih murah, hehe. Dari BTS menuju KL Sentral sebetulnya bisa menggunakan LRT atau kereta bandara KLIA Transit, cuma kami sengaja pilih Komuter untuk mendapatkan sensasi menunggu di Malaysia, haha. Padahal mah ngirit 😃 Begitu kereta datang setelah menunggu setengah jam, kami pun melanjutkan perjalanan.
Di perjalanan, kami memutuskan buat check in hostel dulu di kawasan Bukit Bintang, KL. Berhubung kami bakal sampai KL Sentral jam 12.00-an ditambah makan siang, pasti lebih tenang buat check in hostel sebelum jalan-jalan ke Batu Caves.
Kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur |
Kawasan Bukit Bintang adalah kawasan yang sangat ramai dan dikenal sebagai pusatnya para backpacker. Salah satunya karena banyak hotel dan hostel budget di kawasan tersebut. Kami pun segera mencari ABS Hotel yang sudah kami booking sebelumnya lewat booking.com. Kalau dilihat dari review-nya sih cukup baik, gak kayak hostel yang kami booking sebelumnya. Kami cancel salah satu hostel yang sebelumnya telah kami booking karena menurut beberapa reviewer, di kawasan hostel tersebut seringkali banyak preman-preman India yang berisik.
Kami jalan kaki sepanjang mencari ABS Hotel. Sempat sampai ujung tapi gak ketemu juga, akhirnya balik lagi ke titik awal. Ternyata kami ketemu juga ABS Hotel yang ternyata satu atap dengan hostel yang telah kami batalkan sebelumnya, hahaha. Kami pun segera naik ke hostel yang letaknya di lantai 3. Untuk kamarnya sendiri cukup puas, karena yang penting kebersihannya dan AC berhubung KL panas banget. Cuma sayang, kamar mandinya yang harus berbarengan dengan pengunjung lain kurang begitu nyaman. Tapi, lagi-lagi, berhubung ini trip singkat dan saya gak mau banyak menghabiskan waktu di kamar, yang penting ada tempat buat tidur nanti malam 😃
Selesai check in, mandi, dan shalat, kami langsung bergegas ke tujuan selanjutnya: Batu Caves, kawasan religinya orang-orang Hindu Malaysia yang terkenal dengan patung Dewa Murugan terbesar di dunia. Dari Bukit Bintang, kami kembali ke KL Sentral naik monorail. Dari KL Sentral, kami langsung menuju Batu Caves dengan menaiki KTM Komuter. Kebetulan Batu Caves adalah tujuan terakhir Komuter. Sebelumnya, gak lupa kami jajan-jajan dulu di KK, minimarket yang udah kayak Alfa atau Indomaret-nya Malaysia.
Menunggu Komuter yang cukup lama ditambah perjalanan menuju Batu Caves menghabiskan waktu sekitar 1 jam 20 menitan. Menyenangkannya, stasiun Batu Caves berada langsung di depan pintu gerbang Batu Caves itu sendiri. Jadi, begitu turun komuter kita langsung disuguhkan pemandangan bukit dengan ornamen ala-ala Hindu di mana-mana sekaligus patung Dewa Murugan yang terkenal itu dari kejauhan.
Gerbang utama Batu Caves. |
Pengunjung bersantai sebelum menaiki tangga menuju gua utama sambil dihibur oleh ratusan merpati. |
Kami menghela napas sejenak begitu dihadapkan pada anak tangga yang menjulang tinggi. Setelah siap mental dan mengelus-elus perut, kami mulai meniti satu per satu. Banyak turis asing berambut blonde dan beberapa berbahasa Thailand dan Korea. Di pertengahan tangga, kami sempat memfoto dulu panorama sekitar. Sepanjang menaiki tangga pun, di kiri dan kanan, banyak terdapat monyet yang alhamdulillahnya gak rese, hehe. Hingga akhirnya, begitu sampai di atas, kami masuk ke dalam kawasan gua yang luas dipenuhi stalagtit yang memberi efek sejuk bahkan dingin.
Di dalam gua, terdapat beberapa tempat ibadah orang Hindu. Di mulut gua, ada penjual aksesori khas Malaysia dan Kuala Lumpur. Saya sempat membeli beberapa. Setelah sampai dari ujung ke ujung, kami pun segera keluar dan kembali harus menuruni anak tangga yang gak sebegitu menyeramkan kayak naik tadi. Dalam waktu singkat, kami pun sudah berada di bawah lagi!
Bagian dalam Batu Caves. |
Menapaki anak tangga satu persatu. |
Sampai di KL Sentral, kami cari makan berat terlebih dahulu. Kami pilih makan di KFC karena penasaran sama menu restoran cepat saji ini di sana. Ternyata hanya ada satu menu nasi. Itu pun sebetulnya khusus makan siang dan makan malam. Makanya, jika kita pesan di jam tersebut dapat potongan harga. Kalau di luar jam tersebut, harga akan kembali normal. Kami beli paket dinner seharga RM7.5 (normalnya RM9) yang isinya nasi kolonel (nasi lemak), salad, ayam goreng, dan minuman ringan. Kalau beberapa menu tradisional Malaysia saya nilai selalu kalah dari Indonesia, cuma untuk KFC saya pilih KFC Malaysia lebih enak. Mungkin karena efek nasi lemak, jadi gak terlalu hambar 😃
Menu dinner di KFC Malaysia. Nasi kolonel (nasi lemak), salad, dan ayam goreng. Pilihan sausnya ada tiga: saus cabai, saus tomat, dan saus thailand. |
Setelah hujan reda, kami menuju halaman depan Suria KLCC. Ternyata semua orang tumpah ruah di halaman belakang dengan air mancur yang indah di KLCC Park. Semua berfoto, berselfie, dan mengambil foto dengan latar belakang menara kembar Petronas dari berbagai angle. Banyak juga penjual tongsis dan fish-eye dadakan. Wah, baru ketemu pedagang susupan seperti ini selama di Malaysia, hehe. Setelah puas mengambil foto di halaman belakang Suria KLCC, Novan mengajak ke sisi lain, yaitu depan gedung Petronas yang katanya lebih bagus tanpa terhalang tulisan Suria KLCC. Benar saja, ternyata di sisi tersebut orang lebih tumpah ruah lagi berfoto di segala macam sudut.
Traveling harus mainstream: foto-foto di depan ikon Malaysia! |
Skyscrapper di depan Menara Kembar Petronas pada malam hari, |
Seperti yang saya bilang, Bukit Bintang adalah kawasan paling ramai di Kuala Lumpur, khususnya bagi para backpacker. Kawasan ini hidup 24 jam. Selain penjual anekakuliner juga banyak tempat spa dan pub. Kami mampir sebentar di minimarket dan nongkrong di tangga mini market. Di jalanan yang cukup padat tersebut, tampak beberapa perempuan menawarkan senyum hangat dan “jasa” yang lebih hangat lagi. Makanya, wajar saja Bukit Bintang disebut juga red district-nya Kuala Lumpur.
Selepas nongkrong kami pun segera kembali ke hostel dan merebahkan kaki. Gak kerasa besok adalah hari ketiga di Malaysia sekaligus penanda bahwa tengah malam besok, saya harus sudah berada di Jakarta. Rasanya sangat sangat belum puas. Saya pun beristirahat sebelum menghabiskan waktu di Kuala Lumpur dan Putrajaya keesokan harinya.
Cerita di hari terakhir di Malaysia, saya ceritakan di postingan selanjutnya 😊
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar.