Pemandangan laut dari depan Hotel Krisna Beach |
Mungkin gak aneh ya, di hampir setiap institusi, apalagi institusi milik pemerintah, akhir tahun identik dengan tutup buku alias penghabisan anggaran. Maka, gak aneh juga, ada anggapan kalau hotel-hotel biasanya laku keras oleh "PNS" di pengujung tahun agar anggaran terserap "sempurna". Tapi, saya kira, anggapan itu bukan cuma stereotipe. Toh, itu pula yang terjadi tempat saya kerja sekarang. Satu bulan ini, bakal ada agenda "besar" yang semuanya dilaksanakan di luar kantor, bahkan di luar Bandung. Yang satu, baru saja selesai pekan lalu, yaitu acara rapat koordinasi lembaga di Pangandaran. Menyusul selanjutnya, seminar penyusunan kurikulum di Garut.
Tapi, bukan masalah anggaran atau agendanya yang mau saya bahas. Melainkan, tempat acaranya yang penting, yaitu Pangandaran. Orang Jawa Barat pasti gak aneh kalo dengar nama pantai paling tenggara Jawa Barat ini. Saya juga gak aneh sih dengarnya. Cuma ya, kadang rada berasa cupu juga kalau tahu udah seperempat abad hidup di Jawa Barat, tapi belum pernah sama sekali jalan-jalan ke Pangandaran :lol: Makanya, begitu ada acara kantor di sana, so pasti excited dan gak mau ketinggalan. Sayang, acaranya cuma berlangsung dua hari, Sabtu dan Minggu.
Saya dan rombongan berangkat dari Bandung pukul 05.30 WIB dengan menggunakan bis pariwisata. Rombongan sampai di hotel Krisna Beach Pangandaran pukul 12.00 WIB, setelah sebelumnya beristirahat dan makan di Rumah Makan SR. Begitu sampai hotel, langsung check in berdasarkan pasangan masing-masing. Kalau bukan karena acara kampus, rate kamar hotel permalamnya mulai Rp700.000/malam. Lokasi hotel sangat strategis karena langsung menghadap pantai barat Pangandaran. Fasilitasnya juga lengkap. Setiap kamar dilengkapi shower air panas, AC, dua double bed, dan TV. Ada juga kolam renang, aula besar, dan area fitness outdoor yang langsung menghadap pantai (lantai 3).
Area gym dengan pemandangan laut |
Di hari pertama, agendanya semua urusan kantor. Acara dimulai setelah Ashar, diselingi shalat Magrib, lalu dilanjut sampai jam 10 malam. Yang bikin ngenes adalah saya harus melewatkan momen sunset. Padahal, di depan hotel adalah titik paling tepat untuk menyaksikan sunset. Tadinya, udah siap-siap, sebelum magrib udah mau nongkrong berburu foto sunset biar lebih gaul aja gitu, foto-foto berlatar matahari tenggelam. Apalagi, kan di Bandung, matahari tenggelam latarnya cuma atap-atap rumah doang. Sayangnya, acara masih berlangsung hingga lewat magrib. Sebagai "junior" yang baik, saya juga gak berani curi-curi waktu buat keluar ruangan pula.
Acara di hari Sabtu berakhir pukul 10 malam. Setelah itu, acaranya panggung gembira. Niatnya ikut seneng-seneng, tapi rada malu-malu (gak) enak sendiri gitu liat biduanitanya, jadi saya milih balik kamar aja istirahat. Tapi, karena susah tidur, saya milih jalan-jalan sendiri aja ke pantai malam-malam. Buat orang "gunung" macam saya, berasa epik gitu jalan-jalan sendiri di pantai tengah malam. Setelah cape jalan, duduk-duduk sendiri di bangku yang dekat ke bibir pantai. Begitu khusyuk merenungi perjalanan hidup selama 2015. Syahdu. Diterpa sepoi angin malam yang mengecup halus. Seketika, "Mas, bangkunya disewa, Mas ..." bisik suara di belakang saya. Ebuset, lagi enak-enak bermuhasabah, pikiran pun buyar tiba-tiba. Ternyata banyak bangku kosong di bibir pantai itu disewakan. Gak besar kok, cuma Rp5.000 sepuasnya (padahal aslinya ngegerutu karena gak percaya bangku doang mesti disewa).
Setelah pulang lagi ke kamar jam 1 tengah malam, saya langsung tidur. Alarm udah diset jam 4. Rencananya mau jalan ke Pantai Timur sama dua orang teman subuh-subuh. Tujuannya apalagi, kalau bukan liat sunrise. Baru aja mata merem sekejap, ternyata udah jam empat subuh lagi. Cuma, di luar hujan lebat. Saya tunggu sampai jam setengah 5, siapa tahu hujan mereda. Tapi, entah apa yang terjadi, saya baru saja sadar setelah seorang teman membangunkan saya jam 7 pagi. Dia ngajak jalan-jalan ke pantai. Saya pun buru-buru siap-siap.
Suasana Pantai Barat Pangandaran pagi hari. |
Belum pas kalau ke pantai gak menikmati ini ... |
Hari Minggu adalah agenda bebas. Beberapa orang main bola pantai. Saya dan dua orang teman, Yoga dan Isah, memilih memisahkan diri buat berkeliling pantai Pangandaran yang berbentuk semenanjung. Di pantai, banyak sekali perahu yang menawarkan jasa keliling tanjung atau hanya menyeberang ke beberapa titik wisata, seperti Pasir Putih dan Cagar Alam. Sebetulnya, ada lima orang yang waktu itu jalan, tapi dua ibu-ibu memilih mengundurkan diri dari perjalanan karena gak mau naik perahu. Nyawa taruhannya, begitu dalihnya. Saya sebagai satu di antara dua lelaki yang ada cukup dipertaruhkan nih harga diri. Dalam hati sih menjerit-jerit gak mau naik perahu, apalagi mau mengarungi pantai Selatan, Samudera Hindia. Tapi Isah terus membujuk agar saya mau ikut. Akhirnya, dengan menunjukkan wajah My Trip My Adventure, saya bersedia naik perahu.
Setelah nego dengan mas-mas pemiliknya, Kanjeng Doso namanya, harga yang disepakati adalah Rp50.000/orang karena kita mau menuju 5 titik. Katanya, keliling tanjung perlu sewa perahu Rp800.000/perahu, sedangkan jika hanya menyeberang ke Pasir Putih hanya Rp20.000/orang. Si mas-masnya memperlihatkan peta titik wisata yang akan kita tuju meski beneran cuma gambar titik (bukan foto atau gambar apa gitu). Saya iyain aja, penasaran dengan 5 titik itu. Selanjutnya, perjalanan naik perahu pun dimulai. Dengan berbekal rasa waswas dan mengingat-ingat Allah, setelah menjauh dari bibir pantai, perjalanan mulai terasa menyenangkan.
Lalu, si Masnya mulai bertindak sebagai pemandu. "Kita sudah sampai pada titik pertama, yaitu Batu Layar." Segera saya tengok kanan dan kiri, mencari objek yang si Mas sebutkan. Yang saya lihat sih cuma satu karang yang cukup besar dari kejauhan. Ternyata itu yang dimasuk si Mas dengan Batu Layar. Begitu pula dengan "titik-titik" berikutnya, yaitu Batu Kodok dan Batu Pepet. Disebut batu layar karena karangnya mirip layar perahu. Begitu pula batu kodok dinamakan demikian karena mirip kodok, dan batu pepet mirip orang yang lagi ehem-ehem sampe dempet. Wah agak ngeri! Yang jelas, saya kira yang dimaksud "5 titik wisata" dalam paket perjalanan perahu itu adalah lima tempat yang bisa dikunjungi. Ternyata, kita hanya melihat karang dari kejauhan dan berhenti di Pasir Putih dan cagar alam. Tapi uniknya, kata si Masnya, semua paket wisata, kecuali hotel, akan gratis pada setiap tanggal 1 Muharram.
Begitu turun di Pasir Putih, kita masuk cagar alam. Tiketnya, berhubung akhir pekan, yaitu Rp20.000. Di dalam cagar alam, kita dapat informasi bahwa di dalamnya banyak gua, termasuk bunker peninggalan Jepang dan Belanda. Di dalam cagar alam, kita yang masuk tanpa pemandu akan terus didatangi pemandu yang menawarkan diri untuk memandu. Ada yang baik dan sopan, dengan menawarkan diri dan tersenyum ramah ketika kita menolak. Ada yang memaksa, ketus, bahkan ada yang nadanya malah menakut-nakuti, "Cagar alam ini luasnya 33 hektar loh, Mas. Kalau tanpa pemandu, Mas Mbak bisa kesasar." Gitu katanya. Belum lagi, pemandu yang menawarkan jasa sewa senter. Begitu juga polahnya macam-macam. Kita bersikukuh gak pakai jasa pemandu. Makanya, begitu ada rombongan yang sedang mendapatkan informasi sejarah dari pemandunya, kita ikut nempel-nempel biar kebagian informasi berharga :lol:
Pantai Pasir Putih |
Pantai Pasir Putih |
Salah satu karang di semenanjung Pangandaran |
Sayang, air laut sedang surut |
Makam yang diduga makam Embah Jaga Lautan di Gua Panggung |
Di dalam Cagar Alam, di antaranya ada Gua Panggung yang didiami anak adopsi alias anak angkat Nyi Loro Kidul, Gua Lanang yang diyakini sebagai keraton pertama Raja Galuh, Gua Jepang, dan lainnya. Di sana juga banyak sekali monyet (atau kera?), rusa, dan fauna lainnya. Berkeliling cagar alam ternyata tidak memakan waktu lebih dari satu jam. Kita kembali lagi ke Pasir Putih dan langsung kembali ke Pantai Barat berhubung jam 11 rombongan harus segera berkumpul. Setelah sampai di Pantai Barat kembali, saya dan Yoga berkeliling dulu pasar. Katanya Yoga mau belanja oleh-oleh buat istrinya. Yoga juga nanya-nanya baju yang cocok buat istrinya ke saya. Iya, ke saya, bukan ke orang lain. Duh ya, toleransi sedikit ngapa mas sama yang belum beristri dan kepengen segera beristri, gerutu saya dalam hati :lol:
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar.