Beberapa waktu lalu, sekitar sebulan ke belakang, saya dapat informasi mengenai seminar internasional bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), 17-18 November 2015. Informasinya, seperti biasa, dapat dari grup Whatsapp khusus genk-gonk dari zaman kuliah magister dulu. Sejak dapat info itu, saya udah tertarik dan berharap bisa ikut jadi salah satu pemakalah. Sayang, kan, jauh-jauh kalau cuma buat jadi peserta. Apalagi dengan status jadi dosen tetap, emang dituntut buat banyak melakukan penelitian. Pokoknya, dari sebulan lalu, saya udah siap-siap, apalagi acaranya di Malang, kota yang udah lama pengen banget saya kunjungi.
Singkat cerita, jadilah saya daftar seminar yang temanya "pengembangan nilai-nilai profetik melalui bahasa, sastra, dan pengajarannya" itu sebagai pemakalah. Setelah abstrak dinyatakan lolos, rencana anggaran biaya dari kampus pun gol, akhirnya bisa juga jalan-jalan, meski sambil kerja. Ya, sambil menyelam minum sampai kenyang! Anggaran dari kampus sih pas buat tugas, sisanya ... ya namanya aja extend, ditanggung kantong pribadi.
Sebelum berangkat, saya udah bikin rencana perjalanan sederhana. Keberangkatan ke Malang, saya pilih naik kereta api Malabar (Bandung-Malang) kelas eksekutif. Buat keberangkatan dapat tiket yang harganya "medium" Rp365.000, tapi baliknya mau gak mau dapat tiket dengan harga paling tinggi, Rp495.000. Di Malang, rencananya cuma 4 hari, Senin sampai Jumat. Buat urusan penginapan, saya udah cari info beberapa hotel dan guest house sekitar Malang di beberapa situs. Dan, karena rencananya gak murni tugas alias sisanya mau dipake buat backpacker-an doang (ya, karena saya cuma bawa 1 backpack dan selempang), saya juga cari teman-teman couchsurfer. Kali aja dapet yang mau jadi host alias ditebengin, hehe.
Setelah cari teman-teman couchsurfer, akhirnya saya kenalan sama anak CS Malang. Arian, namanya. Dari mas-mas asal Bengkulu yang juga blogger ini, saya dapat rekomendasi guest house yang murah bin keren. Arian menyarankan saya nginap di Rumah Singgah UIN Maulana Malik Ibrahim yang letaknya udah masuk Kota Batu. Katanya, jaraknya juga dekat ke UMM yang notabene di ujung Kota Malang.
Yah, akhirnya, setelah merasa persiapan udah beres, saya pun tinggal menyiapkan tetek-bengek alias packing barang-barang yang perlu dibawa. Buat traveling selama 4 hari, saya cuma bawa 2 kemeja (buat acara selama dua hari), 1 t-shirt buat maen, 1 t-shirt oblong buat tidur, handuk kecil, iket, 1 celana katun buat acara, 1 celana pendek, 1 celana kolor, dan beberapa celana dalam. Itu gak termasuk t-shirt, jaket, dan jeans yang saya pake. Barang lainnya juga standar: laptop sama charger-nya (kalau bukan karena seminar, gak mau banget bawa laptop), charger HP, colokan dua, setrika lipat, headset, ATK, perlengkapan mandi, dan alat-alat kegantengan.
***
Dan, tiba waktunya! Saya berangkat hari Minggu, 15 November, jam 16.00 WIB dari Stasiun Bandung. Perjalanan hampir 18 jam karena sampai di Malang sekitar jam 10.00 WIB kurang. Tujuan pertama, jelas ke guest house UIN Maliki. Sebetulnya, Arian dan seorang teman sudah kasih petunjuk tentang rute dan angkot yang perlu saya naiki dari Stasiun Malang ke guest house UIN Maliki di daerah Batu. Tapi, alhasil sampai di sana, saya dibikin puter-puter dulu gara-gara mbak-mbak tukang pecel tempat saya sarapan ngasih petunjuk yang salah. Entahlah, apa gara-gara cara bicara saya terlalu stereotipe orang Sunda (halus, pelan, dan menggemaskan) atau gimana ya, jelas-jelas saya nanya arah ke Landungsari, tapi malah ditunjukkan ke Arjosari. Begitu juga dengan mas-mas sopir angkotnya, jelas-jelas saya nanya "Ke Landungsari, Pak?" Dia malah jawab iya-iya aja. Padahal arahnya jelas-jelas berlawanan dari Landungsari. Saya malah dibawa ke terminal Arjosari dan setelah itu harus naik angkot ke Landungsari, yang menyebalkannya, harus lewat ke depan stasiun lagi! Di situ kadang saya merasa gondok.
Tapi, kesan pertama datang ke Malang cukup tergantikan dengan enaknya suasana kota Malang yang menurut saya lebih bersih dan rapi daripada Bandung. Saya juga akhirnya tahu, angkot-angkot di Malang ternyata dibedakan berdasarkan singkatan, macam Arjosari-Dinoyo-Landungsari jadi ADL, terminal Gadang-Landungsari jadi GL, dan masih banyak lagi macam AMG, LG, CKL, de el el. Setelah menghabiskan waktu hampir dua jam di jalan gegara muter-muter, akhirnya sampai di guest house UIN Maliki.
Rumah Singgah UIN Maliki ini terletak di Kampus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim. Awalnya, saya kira guest house-nya terletak di kampus (pusat) UIN Maliki. Padahal, sebelumnya udah dilacak di Google Maps. Eh, ternyata kampus Pascasarjana ternyata terpisah. Letaknya udah masuk Kota Batu. Sekitar 20-25 menit dari terminal Landungsari yang dekat dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tempat acara seminar yang akan saya ikuti berlangsung.
Rumah Singgah UIN Maliki (Pascasarjana). Fasilitas lengkap dan harga sangat bersahabat. |
Istimewanya dari guest house yang direkomendasikan Arian ini adalah fasilitasnya yang bolehlah, sekelas hotel bintang tiga. Tempat tidurnya double bed, ada dua pula. Di dalamnya udah ada TV, AC, meja kerja, dan kamar mandi plus air panas. Kamarnya juga luas, ditambah wifi gratis pula. Lebih istimewa lagi karena rate permalamnya jauh di bawah guest house atau hotel sekelasnya di sana, yaitu Rp150.000/malam. Benar-benar memuaskan, pokoknya. Saya check in untuk 3 malam, yaitu Senin-Kamis. Sisanya, Kamis ke Jumat, saya rencananya nebeng di tempatnya Arian.
Sampai di guest house, saya ketemu Arian yang sekarang jadi kandidat magister Pendidikan Agama Islam di UIN Maliki. Orangnya ramah, asyik, dan banyak membantu. Setelah istirahat sebentar, setelah Ashar di hari Senin itu, saya jalan ke Kota Batu yang katanya kota tujuan wisata paling keren di Jawa Timur. Dari guest house, cuma satu kali naik angkot warna ungu sampai ke terminal Batu. Ongkosnya cuma Rp4.000 dengan lama perjalanan kira-kira setengah jam. Kesan pertama setelah tiba di Kota Batu adalah sukaaa! Terminal angkot yang tertata rapi dan gak bau pesing. Jalanan yang hampir gak ada sampah bertebaran sembarangan. Apalagi cuacanya yang sejuk, bikin berasa pengen hijrah ke sini.
Dari terminal, saya jalan kaki ke arah alun-alun kota Batu. Sebetulnya ada angkot, tapi ternyata setelah coba jalan kaki, jarak antartitik (terminal ke alun-alun Kota Batu, Lippo Plaza, dan tempat-tempat lain) gak terlalu jauh. Di alun-alunnya, tertulis Alun-alun Kota Wisata Batu. Suasananya jelas adem, orang-orang nongkrong di tempatnya dengan rapi (yaelah, emang baris), gak ada pedagang asongan masuk alun-alun, gak ada sampah, dan makin cantik dengan beberapa ornamen macam patung apel dan ferris wheel. Di seberang alun-alun, ada Masjid Agung Kota Batu. Di depan masjid, banyak pedagang kaki lima yang jual macam-macam oleh-oleh khas.
Alun-alun Kota Wisata Batu |
Dan, mata saya tertuju sama mbah-mbah yang jual minuman dengan judul "Es Beras Kencur". Wah, ini baru yang Batu banget alias gak ada di Bandung. Awalnya, saya mikir, mungkin ini semacam revolusi tukang jamu dengan konsep baru: penjualnya laki-laki tanpa kemben dan dikasih gimmick"es" segala biar lebih berterima di semua kalangan. Ah, sebodo, meski mikir itu jamu, gak ada salahnya saya coba. Setelah dicoba, ternyata beneran rasanya emang jamu banget: manis, asem, sepet, dan asin. Tapi, bapaknya bilang, itu bukan jamu dan emang minuman khas Batu yang biasa dijadikan minuman pelepas dahaga, sama kayak sirup-sirup lainnya.
Es Beras Kencur di depan alun-alun Kota Wisata Batu (Sumber: Instagram @rsn.id) |
Atas: Tahu Telur. Bawah: Rujak Cingur (Sumber: Instagram @rsn.id) |
Setelah jalan-jalan sebentar, saya balik lagi ke guest house. Selasa dan Rabu, saya mengikuti seminar di kampus UMM. Acaranya sampai jam 5 sore, jadi dua hari itu, waktu senggang cuma diisi sama huntingmakanan-makanan khas Malang atau Jawa Timuran, sing penting gak ada di Bandung! Kalau pun ada di Bandung, kan, sensasi makannya beda :lol: Yang jelas, makanan di Malang gak akan jauh-jauh dari bumbu pecel alias kacang-kacangan. Di mana-mana ada pecel. Selama di sana, sarapan saya ya nasi pecel, tahu telur, sama rawon. Selain itu, makanan yang udah masuk daftar "makanan wajib makan" jauh-jauh hari ada rujak cingur, rawon, lontong kupang, baso malang yang beneran malang, dan macam-macam lalapan. "Lalapan" di sana justru yang selama ini saya sebut "pecel" di Bandung macam pecel lele atau pecel ayam.
Masjid AR Fahrudin, Universitas Muhammadiyah Malang (Kampus 3) |
Nasi Pecel Ayam Lodho, sarapan pertama di Kota Malang. Ayam Lodho ini sejenis sup ayam, rasa rempahnya kuat, rasanya agak pedas dan asam. |
Setelah acara seminar beres, saya tinggal punya dua hari, yaitu Kamis dan Jumat. Kamis, sesuai rencana, saya ke Jatim Park. Berasa belum sah jalan-jalan ke Malang dan Batu, kalau gak ke Jatim Park. Dulu, iya dulu, emang saya ngebet pengen ke Jatim Park. Tapi kemarin sebetulnya kengebetannya agak berkurang sedikit. Apalagi, saya cuma punya jatah satu hari di Batu (Kamis), jadi harus pilih antara Jatim Park 1 atau Jatim Park 2. Setelah baca review dan dapat rekomendasi teman-teman, saya pilih Jatim Park 2 yang isinya Batu Secret Zoo dan Museum Satwa. Katanya Jatim Park 1 lebih banyak wahana buat teriak-teriaknya. Dan, okelah, saya pikir kalau mau teriak-teriak bisa loncat ke Trans Studio Bandung atau ngesot ke Dufan. Jadinya, saya pilih Jatim Park 2 saja.
Dari Rumah Singgah UIN Maliki atau arah Landungsari, saya naik angkot ke Batu, seperti biasa yang warnanya ungu. Dari Batu, harus naik satu kali angkot warna kuning ke arah Jalan Oro-oro Ombo (nama jalannya bikin pengen ngikik). Saya agak curiga kalau jarak dari terminal Batu ke Jatim Park itu dekat. Makanya, awalnya coba-coba jalan dulu ke arah Jalan Oro-oro Ombo. Apalagi di Batu ini, angkot termasuk barang langka alias gak berseliweran macam di Bandung. Baru jalan sekitar 500 meter, ada angkot yang lewat. Saya pun naik angkot aja. Eh, gak taunya, baru duduk 1 menit, angkot pun lewat di depan Jatim Park 2. Akhirnya, bukan niat mempermainkan perasaan si mas sopir angkotnya, saya pun turun kembali. Gak lupa bayar ongkos, tentunya.
Setelah kenyang keliling Museum Satwa (yang awalnya mirip masuk Museum Zoologi gegara ada replika dinosaurus) dan keliling Batu Secret Zoo yang jelas jauh lebih keren dibanding Kebun Binatang Bandung, saya balik lagi ke guest house buat ambil backpack yang dititip setelah check out tadi pagi. Sesuai rencana awal, dari Kamis ke Jumat, saya berniat nginap di tempat Arian. Tapi, seorang teman mengajak saya nginap di rumahnya di Batu sekalian keliling Batu malam-malam. Akhirnya, saya pamitan sama Arian yang sudah jadi temen ngobrol beberapa hari ke belakang. Wish you all the best for your upcoming wedding, bro. Moga ketularan. Amin. *kode keras*
Museum Satwa |
Batu Secret Zoo |
Animal Farm di Batu Secret Zoo |
***
EPILOG : Begitu tulisan ini selesai dipublikasikan, foto-foto Malang yang saya coba pindahkan dari HP ke laptop tiba-tiba raib entah ke mana. Di pertengahan memindahkan foto, HP memang sempat hang. Dan, begitu diulang, foto-foto pun lenyap. Yang tersisa hanya beberapa foto acak dan sebagian foto di tulisan ini diambil dari Instagram saya :cry: Mungkin, ini kode dari Tuhan biar saya lekas ke sana lagi ...
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar.