Dua pekan ini, banyak hal baru yang saya alami. Selain mengatur jadwal aktivitas baru, yang semula hanya bekerja menjadi kuliah plus kerja, saya juga tinggal di tempat yang baru. Tetap di Kota Bandung, sih. Tapi, kali ini lebih "ngota" hehehe. Bagi Sahabat yang belum pernah ke Bandung atau cuma sesekali ke Bandung, mungkin Bandung itu identik dengan tempat-tempat seperti Dago, Cihampelas, Setiabudi, Lembang, dan daerah-daerah "kota" lainnya? Nah, sekarang saya tinggal di Dago.
Sebelumnya, saya tinggal di Cibiru, wilayah Bandung paling timur. Daerah gersang, panas, dan gak banyak pusat hiburan. Namun, tidak mudah bagi saya untuk meninggalkan Cibiru waktu itu. Wajar saja, saya sudah tinggal di Cibiru selama 5 tahun! Tuh, gimana gak berat meninggalkan tempat yang sudah saya anggap sebagai rumah kedua, selain rumah di Cianjur? Banyak hal yang sudah saya tinggalkan, di antaranya tempat-tempat yang biasa saya kunjungin, baik sekadar cari makan siang atau nongkrong di malam hari. Beberapa yang paling berkesan bagi saya, yaitu:
1. Ayam si Teteh
Itu sih bukan nama warungnya. Meski udah langganan bertahun-tahun, saya sama sekali gak pernah merhatiin apa nama warungnya. Gak peduli, toh, saya mau makan ayamnya, bukan nama warungnya. Yang jelas, karena yang melayani itu teteh-teteh, jadi saya manggilnya "ayam si teteh". Meski, ungkapan tersebut masih ambigu alias punya makna ganda. Bisa jadi ayam di tempat si teteh atau ayam punya si teteh. Pusing, kan? Abaikan.
Gerobak si Teteh. Tetehnya mana, ya? |
Anak Kos : Makan gak usah pakai piring :) |
2. Ikimura
Ini tempat kedua yang meninggalkan kesan mendalam <--- lebay. Sesuai namanya, Ikimura menyajikan masakan Jepang. Tapi, sebetulnya saya lebih menganggapnya itu gabungan dua kata, Iki (bahasa Jawa, artinya ini) dan Mura (alias murah). Letaknya di Jalan AH. Nasution. Saya suka makan di sini karena bisa mencicipi masakan Jepang tapi masih setaraf kantong mahasiswa Cibiru, eh, Bandung. Ada Teriyaki, Yakiniku, Boolgogi, Chicken Katsu. Dan, yang paling saya suka adalah Tempura Udang. Selama bertahun-tahun di Cibiru, saya sempat mengalami tiga kali kenaikan harga di Ikimura. Meski naiknya juga gak mahal-mahal amat, paling cuma 500 perak :mrgreen:
Tempura udang favorit. Masakan Jepang, harga Cibiru. Cuma Rp9.500 perak :mrgreen: |
3. Surabi Bundaran
Ini lebih spesial lagi bagi saya. Biasanya saya hanya menghabiskan waktu sendiri di Surabi Bunderan. Saya menyebutnya Surabi Bunderan karena surabi ini bertempat di bundaran Cibiru. Saya biasanya nongkrong sendiri sambil merenung di malam hari. Sambil ngobrol-ngobrol sama si mang penjualnya, lihat bundaran Cibiru yang cukup sepi di kala malam, atau lihat Pak Polisi yang suka razia tiba-tiba di malam hari. Biasanya kalau mumet masalah kuliah atau pekerjaan, saya lari ke masjid Surabi Bundaran. Menikmati surabi oncom telurnya dengan sausnya yang khas. Tak jarang, saya hanya beli surabinya dan makan di kosan.
Surabi Bundaran Cibiru. Asyik nongkrong di malam hari. |
Surabi telur ... sausnya itu lho, gersang ... segar merangsang :mrgreen: |
0 Komentar
Silakan tinggalkan komentar.